SEJARAH DAN PERJALANAN MUSIK DANGDUT DI INDONESIA

Sabtu, 02 Januari 2016

Dangdut merupakan salah satu dari genre seni musik Indonesia dan musik populer tradisional yang sebagian berasal dari musik Hindustan, Melayu, dan Arab. Dangdut bercirikan dentuman tabla dan gendang. Dangdut juga dipengaruhi musik India melalui film Bollywood oleh Ellya Khadam dengan lagu Boneka India, dan terakhir lahir sebagai Dangdut tahun 1968 dengan tokoh utama Rhoma Irama. Dalam evolusi menuju bentuk kontemporer sekarang masuk pengaruh unsur-unsur musik India (terutama dari penggunaan tabla) dan Arab (pada cengkok dan harmonisasi). Perubahan arus politik Indonesia pada akhir tahun 1960-an membuka masuknya pengaruh musik barat yang kuat dengan masuknya penggunaan gitar listrik dan juga bentuk pemasarannya. Sejak tahun 1970-an dangdut boleh dikatakan telah matang dalam bentuknya yang kontemporer. Sebagai musik populer, dangdut sangat terbuka terhadap pengaruh bentuk musik lain, mulai dari keroncong, langgam, degung, gambus, rock, pop, bahkan house music.(id.wikipedia.org)

Perjalanan Musik Dangdut di Indonesia

Pada tahun 635, sangat banyak saudagar-saudagar Arab yang muncul di Indonesia. Meskipun tujuan awal mereka adalah berdagang, mereka juga menyelipkan beberapa ilmu tentang Islam dimana ini juga menjadi awal penyebaran agama Islam di Indonesia. Seiring dengan berkembangnya agama Islam, para saudagar dari Arab ini juga memperkenalkan Qasidah. Qasidah yang awalnya diperkenalkan oleh saudagar Arab kembali diperkuat dengan munculnya saudagar dari Gujarat pada tahun 900 hingga tahun 1200 dan disusul oleh saudagar dari Persia pada tahun 1300 hingga tahun 1600.

Sejarah dan Perkembangan Musik Dangdut di Indonesia

Pada tahun 1870, musik dangdut masih terus dierami dengan masuknya tren alat musik bernama Gambus yang berasal dari Arab. Alat musik tersebut memiliki bentuk seperti gitar, tapi suaranya rendah. Alat musik ini masuk bersamaan dengan migrasinya orang-orang Arab dengan marga Hadramaut dan orang Mesir setelah dibukanya terusan Suez dan dibangunnya pelabuhan Tanjung Priok tahun 1877 serta saat Koninklijke Paketvaart Maatschappij (Perusahaan Pelayaran Kerajaan) (KPM) pada tahun 1888. Saat itu, para musisi Arab menggunakan gambus sebagai iringan saat mendendangkan musik mereka.

Pada awal abad ke-20, lagu dengan iringan gambus menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat Arab-Indonesia. Melihat perkembangan musik gambus ini, Syech Albar yang merupakan ayah dari musisi Ahmad Albar memutuskan untuk membuat sebuah orkes gambus yang bermarkas di Surabaya. Kesuksesan orkes gambus milik Syech Albar ini membawanya melakukan rekaman dengan media piringan hitam dan Columbia yang terjual sangat cepat di Singapura dan Malaysia pada tahun 1930. Satu tahun kemudian, musik Melayu Deli muncul di Sumatera Utara pada tahun 1940 dan diprakarsai oleh Muhammad Mashabi bersama dengan Husein Bawafie. Musik ini lalu berkembang terus ke Jakarta bersamaan dengan dibentuknya Orkes Melayu.


Aliran musik baru masuk lagi ke Indonesia pada tahun 1950. Musik yang dibawa oleh Edmundo Ros, Xavier Cugat, Perez Prado, dan Los Panchos merupakan musik Amerika Latin yang kemudian menjadi lekat dengan telinga orang Indonesia. Pada masa ini, sejarah musik dangdut kembali berubah karena musiknya sudah berbeda jauh dengan musik Melayu yang menjadi acuannya meski masih terasa gaya Melayu di dalamnya.

Sebenarnya pupuk-pupuk dangdut telah muncul sejak lahirnya musik Melayu Deli pada 1940. Hal ini terjadi karena beberapa orang senang bereksperimen dengan aliran-aliran musik yang pernah ada di Indonesia seperti musik India. Perkembangan ini juga semakin pesat karena didorong dengan politik anti-Barat yang selalu dicetuskan oleh Soekarno. Masa ini mencatat nama-nama besar seperti Said Effendi dengan lagu Seroja-nya, P. Ramlee dari Malaya serta Husein Bawafie yang merupakan salah satu penulis lagu terkenal.

Pada tahun 1968 akhirnya musik dangdut telah selesai digodok dan mulai muncul ke permukaan. Salah satu tokoh kunci dalam lahirnya musik dangdut ini adalah Rhoma Irama dengan Soneta Group pimpinannya. Dua tahun kemudian mulai muncul nama-nama yang sampai sekarang masih terkenal seperti Mansyur S., A. Rafiq, dan Muchsin Alatas. Pada tahun 1970 juga dangdut menjadi jauh lebih modern karena politik Indonesia pada masa itu mulai ramah terhadap budaya-budaya yang dibawa dari Barat seperti gitar listrik, perkusi, saksofon, dan organ elektrik. Alat-alat musik baru tersebut semakin membuka peluang variasi bagi musik dangdut ini.


Pada tahun 1970-an juga mula ada pengaruh musik rock dalam cara permainan gitar untuk dangdut, sehingga masa itu juga menjadi medan perang antara rock dengan dangdut. Karena perang ini juga sempat diadakan konser “duel” God Bless melawan Soneta Group. Hal-hal tersebut yang mengubah dangdut dan memisahkannya dengan musik Melayu secara keseluruhan. Sekitar akhir 1970-an juga muncul variasi baru dari dangdut, yaitu dangdut humor dan dimotori oleh sebuah orkes melayu yang bernama Pancaran Sinar Petromaks (PSP). PSP sendiri berawal dengan gaya melayu deli untuk membantu perkembangan musik dangdut agar bisa lebih dinikmati oleh para mahasiswa. Variasi dangdut ini terus berlanjut oleh Pengantar Minum Racun (PMR) pada paruh akhir dekade 1980 dan Pemuda Harapan Bangsa (PHB) di tahun 2000-an.

Pada jaman 1990 mulailah era baru lagi yaitu musik dangdut yang banyak dipengaruhi music tradisional yaitu irama gamelan yaitu kesenian musika sli budaya jawa maka pada masa ini musik dangdut mulai berasimilasi dengan seni gamelan, yang memunculkan aliran musik baru yang disebut musik dangdut camputsari atau dangdut campursari. Tetapi aliran musik baru ini tidak menghilangkan eksistensi musik dangdut asli pada masa tersebut.


Pada era tahun 2000-an seiring dengan kejenuhan musik dangdut yang asli, maka di awal era ini musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis musik dangdut baru yang disebut dengan musik dangdut koplo. Dangdut koplo merupakan mutasi dari musik dangdut setelah era dangdut campursari yang bertambah kental irama tradisionalnya ditambah dengan masuknya unsur seni musik kendang kempul yang merupakan seni musik dari daerah Banyuwangi Jawa Timur dan irama tradisional lainya seperti jaranan dan gamelan.

Pada tahun 2000 ini, muncul lagi variasi baru yang mewarnai sejarah musik dangdut yaitu dangdut koplo. Baru setelah tahun 2002 variasi ini mulai menggoyang kancah dunia perdangdutan dengan kesuksesannya yang diprakarsai oleh vcd bajakan yang luar biasa murah. Murahnya vcd bajakan dangdut koplo ini menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah kebawah jika dibandingkan dengan mahalnya harga vcd/dvd original milik artis-artis nasional. Hal lain yang membuat dangdut koplo ini terkenal adalah fenomena Inul Daratista dengan “goyang ngebor” nya terlebih setelah ia mulai muncul di layar kaca Indonesia. Dengan setiap hal baru, tentu saja muncul pro kontra dimana kali ini kontra muncul dari Rhoma Irama yang menentang Inul dan goyang ngebornya karena ia berpendapat bisa terjadi dekadensi moral. Terlepas dari seluruh kontroversinya, dangdut koplo sebagai variasi tetap bisa hidup hingga saat ini.


Sebagai musik yang paling popular dan unik di Indonesia, dangdut mengalami perjalanan yang penuh warna. Dangdut, yang namanya berasal dari bunyi khas gendang, “dang” dan “dut”, dianggap sebagai bentuk rendah budaya popular pada 1970-an, dikomersialkan pada 1980-an, dimaknai-ulang sebagai ragam musik pop nasional dan global pada 1990-an, dan terlokalisasi dalam komunitas-komunitas etnik pada era 2000-an. Buku “Dangdut stories : a social and musical history of Indonesia’s most popular music” karya Andrew N. Weintraub adalah sejarah musik dan sosial tentang genre dangdut, dalam pengertian yang lebih luas tentang kelas, gender, etnisitas dan bangsa di Indonesia pasca-kemerdekaan (1945 sampai saat ini). Memakai pendekatan interdisipliner baru yang memadukan etnomusikologi, antropologi media dan kajian budaya, professor musik di University of Pittsburgh, AmerikaSerikat, ini menautkan berbagai property estetik, penggunaan dan pengaruh musik dangdut, terhadap kondisi sosial dan material di Indonesia modern. Buku ini memuat khazanah materi sumber musikologis asli dan baru, dalam bentuk wawancara dengan bintang-bintang dangdut; informasi dari sumber daya jurnalistik terpendam; dan analisis mendalam tentang standar-standar dangdut, digabung dengan pembacaan kembali yang tajam terhadap pustaka yang telah ada menjadikan buku ini tidak hanya menggambarkan potret genre musik Indonesia dengan penggemar hampir sebagain besar penduduk yang tersebar sampai ke pelosok-pelosok wilayah tanah air, tetapi juga mencerminkan dinamika masyarakat Indonesia dalam transisi.

sumber : 
- Wikipedia.org
- www.portalsejarah.com
- www.pusbangkol.perpusnas.go.id
- Sumber Gambal Google.



Januari 02, 2016

0 komentar: